0

ALQURAN DAN WAHYU

Oleh: Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, M.A.

A.  PENGERTIAN WAHYU DAN ALQURAN
Al-Wahy atau wahyu adalah kata masdar (infinitif); dan  kata itu menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu: tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, maka dikatakan wahyu ialah pemberi­tahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. Menurut ilmu bahasa, wahyu ialah : isyarat yang cepat dengan tangan dan sesuatu isyarat yang dilakukan bukan dengan tangan. Juga bermakna surat, tulisan, sebagaimana bermakna pula, segala yang kita sampaikan kepada orang lain untuk diketahuinya.
Wahyu itu ialah : yang dibisikkan kedalam sukma, diilhamkan dan isyarat cepat yang lebih mirip kepada dirahasiakan daripada dilahirkan.
Pengertian wahyu dalam arti bahasa meliputi:
1. Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa:
وأوحينا إلى أم موسى أن أرضعيه…
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: “Susuilah dia… (al­
Qasas [28]:7).
Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah:
وأوحى ربك إلى النحل أن اتخذي من الجبال بيوتا ومن الشجر ومما يعرشون
Dan Tuhanmu telah mewahyukan (ilhamkan) kepada lebah: ‘Buatlah sa­rang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di rumah-rumah yang didirikan manusia.  (an-Nahl [16]:68).
  1. Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Qur’an:
فخرج على قومه من المحراب فأوحى إليهم أن سبحوا بكرة وعشيا
“Maka keluarlah dia dari mihrab, lalu memberi isyarat kepada mereka: ‘Hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang. “‘
(Maryam [19]:11).
  1. Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia.
…وإن الشياطين ليوحون إلى أوليآئهم ليجادلوكم وإن أطعتموهم إنكم لمشركون
“Sesungguhnya syaitan-syaitan itu membisikkan kepada kawan­kawannya agar mereka membantah kamu.” (al-An`am [6]:121).
وكذلك جعلنا لكل نبي عدوا شياطين الإنس والجن يوحي بعضهم إلى بعض زخرف القول غرورا
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan dari jenis manusia dan dari jenis jin; sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia.” (al-An’am [61:112).
  1. Berupa suatu perintah untuk dikerjakan.
إذ يوحي ربك إلى الملآئكة أني معكم فثبتوا الذين آمنوا
"Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman. "' (al-Anfal [8]:12).
Sedangkan menurut istilah, wahyu ialah : sebutan bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara yang cepat dari Allah kedalam dada Nabi-nabi-Nya, sebagaimana dipergunakan juga untuk lafadz Alquran. Dapat diartikan juga bahwa wahyu Allah kepada nabi-nabi-Nya adalah : pengetahuan-pengetahuan yang Allah tuangkan ke dalam jiwa Nabi, untuk mereka sampaikan kepada manusia untuk menunjuki dan memperbaiki mereka di dalam dunia serta membahagiakan mereka diakhirat.
Oleh sebab itu para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa Qur’an kepada Jibril dengan beberapa pen­dapat:
  1. Bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah de­ngan lafalnya yang khusus.
  2. Bahwa Jibril menghafalnya dari lauhul mahfuz.
  3. Bahwa maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril, atau lafal Muhammad s.a.w.
Pendapat pertama itulah yang benar; dan pendapat itu yang dijadikan pegangan oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah, serta diperkuat oleh hadis Nawas bin Sam’an yakni:
Hadis dari Nawas bin Sam’an r.a. yang mengatakan: Rasulullah s.a.w. berkata: Apabila Allah hendak memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui wahyu, maka langit pun tergetarlah dengan getaran atau dia mengatakan dengan goncangan yang dahsyat karena takut kepada Allah ‘azza wa Jalla. Apabila penghuni langit mendengar hal itu, maka pingsan dan jatuh bersujudlah mereka itu kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat muka di antara mereka itu adalah Jibril, maka Allah membicarakan wahyu itu kepada Jibril menurut apa yang dikehendakiNya. Kemudian Jibril berjalan melintasi para malaikat. Setiap kali dia melalui satu langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu: Apakah yang telah dikatakan oleh Tuhan kita wahai Jibril? Jibril menjawab: Dia mengatakan yang hak dan Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar. Para malaikat itu semuanya pun mengatakan seperti apa yang dikatakan Jibril. Lalu Jibril menyampaikan wahyu itu seperti diperintahkan Allah azza wa jalla. (HR. Thabrani).
b. Alquran
Alquran menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr.Subkhi Al-Shalih berarti “bacaan“, asal katanya adalah “qara ‘a “. Kata A1­Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu “maqru “‘ (yang dibaca).
Sedangkan menurut istilah Alquran ialah : “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah, dimulai dari al-Fatihah dan diakhir dengan al-Nas. Dengan demikian kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidaklah dinamakan Alquran.
B. CARA ALQURAN DIWAHYUKAN
Nabi Muhammad SAW dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam­macam cara dan keadaan, diantaranya
  1. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi dengan rupanya yang asli.  Hal ini tersebut dalam Alquran.
ولقد رآه نزلة أخرى  عند سدرة المنتهى
“Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya (Jibril) pada kali yang lain. Ketika (ia berada) di Sidratul Muntaha “. (QS. an-Najm :13-14)
  1. Malaikat memasukkan wahyu kedalam hatinya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan :
وما كان لبشر أن يكلمه الله إلا وحيا أو من وراء حجاب أو يرسل رسولا فيوحي بإذنه ما يشاء إنه علي حكيم
 Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”. (QSAsy­Syuu’ra : 51)
3. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi Muhammad SAW berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
4. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincing lonceng. Cara yang seperti inilah yang amat berat yang dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya bercucuran keringat, terkadang disaat beliau mengendarai unta, untanya berhenti dan terduduk karena merasakan beban yang teramat berat.
5. Allah berbicara kepada Nabi dari belakang hijab, baik dalam keadaan nabi yang sadar (jaga), sebagaimana sewaktu beliau Isra’, ataupun dalam keadaan tidur seperti yang diriwayatkan oleh Turmudzi melalui sebuah hadits dari Muadz.
6. Melalui mimpi yang benar.
7. Israfil turun membawa beberapa kalimat wahyu, sebelum Jibril datang membawa wahyu Alquran.
8. Segolongan ahli ilmu berpendapat, bahwa ada lagi satu cara wahyu itu diturunkan, yaitu Allah berbicara langsung dengan Nabi dengan bertatap muka tanpa hijab. Adapun pendapat ini berdasarkan faham bahwa Nabi Muhammad dapat melihat Allah dengan mata kepalnya. Hal inilah yang kemudian banyak diperselisihkan oleh para ulama. Karena `Aisyah menolak pendapat bahwa Rasulullah SAW dapat melihat Allah
C. HIKMAH ALQURAN  DITURUNKAN BERANGSUR-ANGSUR.
Dari beberapa sumber yang ada menyebutkan bahwa Alquran itu
diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari. Selama 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Turunnya Alquran secara berangsur-angsur sudah barang tentu ada hikmah yang terkandung dibalik semua itu. Hikmah turunnya Alquran secara berangsur-angsur diantaranya.
1. Agar lebih mudah dimengerti dan diamalkan. Apabila A1-Qur’an yang berisikan perintah dan larangan diturunkan sekaligus, maka niscaya manusia akan merasa kesulitan untuk mengamalkannya. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah r.a.
2. Turunnya suatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Hal ini tentu akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh didalam hati manusia. Wahyu itu apabila diturunkan tiap-tiap waktu kejadian, maka teguhlah hati orang yang menerimanya.
3. Memudahkan proses penghafalannya.
4. Diantara ayat -ayat yang turun, ada yang merupakan jawawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan atau penolakan terhadap suatu pendapat atau perbuatan. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a., hal ini tidak mungkin terjadi jikalau Alquran diturunkan sekaligus.
5. Diantara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh sesuai dengan kemaslahatan. Hal ini tidak dapat dilakukan sekiranya Alquran diturunkan sekaligus.

D. KEDUDUKAN ALQURAN
Apabila kita memandang Alquran dalam konteks dasar-dasar keislaman, maka kedudukan A1-Qur’an merupakan sumber utama (sumber dari segala sumber) atau pokok-pokok asas bagi syari’at Islam. Kemudian dari Alquran inilah diambil segala pokok-pokok syari’at dan cabang-cabangnya. Sehingga dapat pula dikatakan bahwa Alquran merupakan dasar kully bagi syari’at Islam dan pengumpul segala hukum.
Oleh karena Alquran dasar-dasar pokok, maka dalam hal memahaminya memerlukan tafshil (perincian). Oleh karena itu Alquran memerlukan hadits dalam hal penjelasannya. Maka dikenallah bahwa hadits (sunnah) merupakan sumber yang kedua dalam Islam setelah Alquran.

E. NAMA-NAMA ALQURAN
Alquran mempunyai beberapa nama yang kesemuanya menun­jukkan kedudukannya yang tinggi dan luhur, dan secara mutlak Al­quran adalah kitab samawy yang paling mulia. Karenanya dinamai­lah kitab samawy itu dengan: Alquran, Al-Furqan, At-Tanzil, Ada­Dzikr, Al-Kitab dsb. Seperti halnya Allah juga telah memberi sifat tentang Alquran sifat-sifat yang luhur antara lain; nur/cahaya, hudan (petunjuk), rahmat, syifa’ (obat), mau’izhah (nasehat), `aziz (mulia), mubarak (yang diberkahi), basyir (pembawa khabar baik), nadzir (pembawa khabar buruk) dan sifat-sifat lain yang menunjuk­kan kebesaran dan kesuciannya.
Alasan penamaan:
  1. Alasan dinamainya dengan Al Qur’an ialah karena banyak (kata­-kata Alquran) terdapat dalam ayat, antara lain firman Allah s w.t.: Qaaf: 1:
ق والقرآن المجيد
Dan Firman-Nya al-Isra’ :9
إن هذا القرآن يهدي للتي هي أقوم

Sesungguhnya Alquran ini memberi petunjuk pada jalan yang amat lurus.    (Al-Isra: ayat 9).­
  1. Dinamakan Al-Furqan sebagaimana tertera dalam firman Allah s. w, t.:
تبارك الذي نزل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيرا
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Alquran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (al-Furqan: 1)
  1. Dinakamakan at-Tanzil sebagaimana tertera dalam firman Allah asy-Suara: 192-193):
وإنه لتنزيل رب العالمين  نزل به الروح الأمين
Dan sesungguhnya Al Qur’an (al-Tanzil) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril).
  1. Dinamakan Adz-Dzikr sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hijr: 9:
إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an (adz-Dzikr), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
  1. Dinamakan dengan Al-Kitab sebagaimana tertera dalam firman Allah QS. Ad-Dukhan: 1-3:
حم  والكتاب المبين  إنا أنزلناه في ليلة مباركة إنا كنا منذرين
Haa Miim. Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
Adapun mengenai sifat-sifatnya sungguh tertera dalam sejumlah ayat-ayat Alquran, bahkan sedikit sekali (jarang) surat-surat dalam Alquran yang tidak menyebutkan sifat-sifat yang indah dan mulia terhadap kitab yang diturunkan oleh Tuhan yang Maha Mulia yang dijadikan mukjizat yang abadi bagi seorang Nabi yang terakhir. Sifat-sifat Alquran, antara lain disebutkan:
A. Alquran sebagai (1) Burhan dan (2) Nur (QS. An Nisa [4]: 174):
يا أيها الناس قد جاءكم برهان من ربكم وأنزلنا إليكم نورا مبينا
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an).
B. Alquran sebagai (3) mau’idzah, (4) syifa’, (5) hudan dan (6) rahmat (QS. Yunus [10]: 57:
يا أيها الناس قد جاءتكم موعظة من ربكم وشفاء لما في الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
وننزل من القرآن ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين ولا يزيد الظالمين إلا خسارا
Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian. Al-Isra (17): 82.
ولو جعلناه قرآنا أعجميا لقالوا لولا فصلت آياته أأعجمي وعربي قل هو للذين آمنوا هدى وشفاء والذين لا يؤمنون في آذانهم وقر وهو عليهم عمى أولئك ينادون من مكان بعيد
Dan jika Kami jadikan Al Qur’an itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?”. Apakah (patut Al Qur’an) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: “Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh”.
Kata “Alquran” adalah sama halnya dengan kata “Qira’at” adalah masdar dari kata “qara’a-qira’atan dan qur’anan”. Demikianlah menurut sebagian ulama dengan mengambil alasan Firman Allah QS. Al-Qiyamah: 17-18:
إن علينا جمعه وقرآنه  فإذا قرأناه فاتبع قرآنه
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu telah sele­sai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.(A1-Qiyamah ayat 17-18).
Pengertian “qur’anahu” di sini sama dengan “qira’atahu”. Maka lafazd “qur’an” menurut pendapat ini adalah musytak (pengambilan dari kata kerja). Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa lafazh Alquran bukanlah musytak dari qara’a melainkan isim alam (nama sesuatu) bagi kitab yang mulia sebagaimana halnya nama Taurat dan Injil. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i (Lihat kitab “Mabahitsul Qur’an karangan Manna’ Al-Qaththan.
F. AYAT PERTAMA DAN TERAKHIR TURUNNYA
Permulaan turun AI-Qur’anul Karim adalah tanggal 17 Rama­dhan tahun ke 40 dari kelahiran Nabi s a w. yaitu dikala beliau se­dang bertahannuts (beribadah) di Gua Hira, dimana kala itu turun wahyu (Jibril Al-Amin) dengan membawa beberapa ayat Alquran. la (Jibril) menyekap Nabi ke dadanya lalu mele­paskannya (dan melakukan yang demikian itu berulang tiga kali), sambil mengatakan “iqra’ (bacalah)” pada setiap kalinya, dan Rasul s a w. menjawabnya “ma ana bi qaari (saya tidak bisa membaca)”. Pada dekapan yang ketiga kalinya Jibril membacakan:
اقرأ باسم ربك الذي خلق خلق الإنسان من علق اقرأ وربك الأكرم الذي علم بالقلم علم الإنسان ما لم يعلم
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Al-Alaq: 1-5.
Adapun ayat terakhir turun ialah QS. Al-Baqarah: 281:
واتقوا يوما ترجعون فيه إلى الله ثم توفى كل نفس ما كسبت وهم لا يظلمون
Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).
Ini adalah pendapat yang benar dan kuat menurut hasil seleksi para Ulama yang tokohnya As-Sayuthy. Pendapat ini dikutip dari seorang tokoh ummat, yaitu Abdullah bin Abbas yang diriwayatkan oleh Nasa’i dari `Ikrimah dari Ibnu Abbas, bahwasanya ia berkata: “Ayat Alquran yang terakhir diturunkan.ialah ayat:
واتقوا يوما ترجعون فيه إلى الله
Dan Nabi setelah turun ayat itu hanya hidup 9 (sembilan hari) yang ke­mudian beliau wafat pada malam Senin tanggal 3 Robi’ul Aw­wal. Adapun pendapat sebagian Ulama yang mengatakan bahwa ayat Alquran yang terakhir diturunkan ialah firman Allah al-Maidah: 3:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan ni’mat-Ku kepadamu serta telah Ku- ridhai bagimu Islam itu sebagai agama.(Al-Maidah: ayat 3)
Ini adalah pendapat yang tidak benar, karena ayat tersebut di­turunkan kepada Rosul s a w. pada waktu beliau melaksanakan haji wada` di kala beliau wukuf di ‘Arafah, yang setelah itu beliau masih sempat hidup selama 81 (delapanpuluh satu) hari, dan sebelum beliau wafat turun sebuah ayat dari surat Al-Baqarah:
واتقوا يوما ترجعون فيه إلى الله
Maka itulah ayat yang terakhir diturunkan, bukan ayat pada surat Al-Maidah. Inilah pendapat yang benar, dan dengan turunnya ayat ini terputuslah wahyu, dan sekaligus sebagai akhir hubungan antara langit dengan bumi. Setelah turun penutup/yang terakhir ayat Alquran ini, Rasulullah s a w. pindah ke pangkuan Yang Maha Agung (wafat) setelah beliau menyampaikan amanat dan risalahnya serta menunjukkan manusia kepada ajaran Allah.
Ayat al-Maidah sebagal ayat yang belakangan  diturunkan.
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa ayat pada surat Al-­Maidah diturunkan dikala Haji Wada’ adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhary bahwa salah seorang Yahudi pernah datang menghadap Umar Ibu Khattab yang berkata: Amirul Mukminin!, ada sebuah ayat dalam kitabmu yang kalau diturunkan kepada kami golongan Yahudi niscava hari turunnya itu akan kami jadikan sebagai hari besar (ied). Umar bertanya: Ayat manakah yang anda maksudkan? la menjawab: “Firman Allah s. W. t.:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
Seraya Umar menjawab: “Demi Allah, Sungguh aku tahu benar tempat diturunkannya ayat tersebut serta saat dimana diturunkan. Ayat tersebut diturunkan pada waktu Rasul s a w. berada di Arafah, Hari Jum’at setelah Ashar”.’) Tegasnya ayat tersebut diturunkan pada suatu hari raya Islam. yang paling besar, yaitu hari raya yang melebihi hari raya lainnya.
Imam As-Sayuthy dalam kitabnya Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an mengemukakan beberapa persoalan tentang ayat yang pertama dan yang terakhir diturunkan. Beliau menjawab persoalan tersebut de­ngan jawaban yang tepat dapat kami simpulkan sebagai berikut:
Persoalan pertama: Bahwasanya telah diriwayatkan dalam shahih Bukhary Muslim (shahihain), dari hadits Jabir bin Abdillah bahwa ia ditanya: “Ayat Alquran manakah yang pertama diturun­kan? la menjawab:
يا أيها المدثر
la dibantah: “bukan, me­lainkan al-Alaq 1-5.         Lantas ia berkata: “Saya akan menceriterakan kepadamu tentang yang pernah Rasul cerita­kan kepada kami, Rasul s a w. pernah bersabda: “Aku pergi ke Gua Hira dan setelah menetap di sana aku pulang (turun dari bukit) me­nuju lembah aku memandang ke muka dan ke belakang ke kiri dan  ke kanan, kemudian aku memandang ke langit, tiba-tiba nampaklah Jibril dan aku menjadi gemetar. Aku cepat mendatangi Khadijah dan kuperintahkan mereka: “selimutilah aku!”, lalu Allah menurun­kan  ayat          :
يا أيها المدثر
Hadits tersebut menunjukkan bahwa ayat pada surat Al-Muddatsir adalah ayat yang pertama ditu­runkan.
Pendapat tersebut dijawab oleh As-Sayuthy dengan beberapa jawaban, yang pertama: Pertanyaan ini adalah pertanyaan tentang turunnya satu surat secara sempurna. Jelaslah bahwa surat “Al-Mud­datsir” diturunkan secara sempurna sebelum diturunkannya surat “Iqra” (AI-’Alaq) secara sempurna, karena surat al-’Alaq yang pertama diturunkan adalah hanya bagian yang awalnya. Hal ini didukung oleh sebuah Hadits dalam Shahih Bukhary, Muslim, Riwayat Abdullah bahwa is berkata: Saya mendengar Rasulullah s a w. tatkala beliau menceriterakan tentang renggangnya wahyu. Beliau hersabda dalam sebuah haditsnya: “Ketika aku berjalan tiba-tiba aku mendengar suara dari langit dan aku segera melihat ke atas, tiba-tiba Malaikat yang pernah datang di Gua Hira nampak sedang duduk di kursi (ber­ada pada suatu tempat) antara langit dan humi. Akupun segera pu­lang dan segera kukatakan “selimutilah aku” kemudian Allah menu­runkan ayat:
يا أيها المدثر
Dengan adanya kata “Malaikat yang pernah datang ke Gua Hira” menunjukkan bahwa kisah ini (turunnya Al-Muddatsir) adalah lebih belakangan dari kisah Gua Hira (Iqra’ Bismi Rabbika…….)
Imam As-Sayuthy memberikan jawaban berikutnya dalam kitab tersebut yang tidak perlu disebutkan di sini.
Persoalan kedua: Bahwa ayat AI-Maidah yang berbunyi:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
Adalah menunjukkan bahwa Agama Islam telah lengkap dan sempurna, karena itu bagaimana mungkin masih turun beberapa ayat yang lain? Itulah sebabnya kami mengatakan bahwa ayat ter­sebut adalah sebagai ayat Alquran yang terakhir diturunkan.
Jawaban tentang pendapat.tersebut adalah: Allah s.w.t. telah menyempurnakan ajaran Islam dengan penjelasan berbagai kewajib­an dan hukum/ketetapan, penjelasan tentang halal dan haram. Segala hal yang dibutuhkan oleh ummat telah dijelaskan oleh Allah s. ww t., juga telah diperinci tentang segala hukum-hukumnya sehing­ga mereka berada di atas landasan yang jelas. Kesemuanya itu bukan berarti menutup samasekali kemungkinan masih turunnya ayat-ayat lain yang berhubungan dengan peringatan dan ancaman dari Allah, dan yang berhubungan dengan peringatan kepada manusia akan ada­nya gejolak yang maha dahsyat di hadapan Tuhan sebagai penegak hukum Yang Maha Bijaksana pada hari tersebut, yaitu suatu hari dimana harta dan anak cucu tidak lagi ada manfaatnya kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang tulus. Berdasarkan uraian di atas sekelompok Ulama telah menegaskan bahkan As­Suddy sendiri mengatakan bahwa setelah diturunkan ayat Al-Maidah tidak lagi akan turun ayat tentang yang halal dan yang haram.

0 komentar:

Posting Komentar